Kamis, 22 April 2010

Tugas Grafik Komputer dan Pengolahan citra

>> A = imread('d:\tugas grafik\10.jpg');
>> gray = rgb2gray(A);
>> BW1 = edge(gray,'sobel');
>> BW2 = edge(gray,'canny');
>> BW3 = edge(gray,'prewitt');
>> BW4 = edge(gray,'roberts');

>> imshow(BW1),title('Sobel Methods');




>> figure, imshow(BW2), title('Canny Methods');






>> figure, imshow(BW3), title('Prewitt Methods');





>> figure, imshow(BW4), title('Roberts Methods');




Original Picture


>> i = imread('d:\tugas grafik\TaufiqRamadhan.jpg');
>> imshow(i), title('Original Picture');




Blurred Picture

>> PSF = fspecial('motion',5,20);
>> Blurred = imfilter(i,PSF,'circ','conv');
>> figure; imshow(Blurred); title('Blurred Picture');





Blurred an Noisy Image with Gaussian Methods

>> PSF = fspecial('gaussian', 4, 20);
>> Blurred = imfilter(i, PSF, 'symmetric', 'conv');
>> V = .002;
>> BlurredNoisy = imnoise(Blurred, 'gaussian', 0,V);
>> figure;imshow(BlurredNoisy); title('Blurred and Noisy Image');


Selasa, 23 Maret 2010

Java

Bahasa pemrograman Java pertama lahir dari The Green Project, yang berjalan selama 18 bulan, dari awal tahun 1991 hingga musim panas 1992. Proyek tersebut belum menggunakan versi yang dinamakan Oak. Proyek ini dimotori oleh Patrick Naughton, Mike Sheridan, James Gosling dan Bill Joy, beserta sembilan pemrogram lainnya dari Sun Microsystems. Salah satu hasil proyek ini adalah maskot Duke yang dibuat oleh Joe Palrang.

Pertemuan proyek berlangsung di sebuah gedung perkantoran Sand Hill Road di Menlo Park. Sekitar musim panas 1992 proyek ini ditutup dengan menghasilkan sebuah program Java Oak pertama, yang ditujukan sebagai pengendali sebuah peralatan dengan teknologi layar sentuh (touch screen), seperti pada PDA sekarang ini. Teknologi baru ini dinamai "*7" (Star Seven).

Setelah era Star Seven selesai, sebuah anak perusahaan TV kabel tertarik ditambah beberapa orang dari proyek The Green Project. Mereka memusatkan kegiatannya pada sebuah ruangan kantor di 100 Hamilton Avenue, Palo Alto.

Perusahaan baru ini bertambah maju: jumlah karyawan meningkat dalam waktu singkat dari 13 menjadi 70 orang. Pada rentang waktu ini juga ditetapkan pemakaian Internet sebagai medium yang menjembatani kerja dan ide di antara mereka. Pada awal tahun 1990-an, Internet masih merupakan rintisan, yang dipakai hanya di kalangan akademisi danmiliter.

Mereka menjadikan perambah (browser) Mosaic sebagai landasan awal untuk membuat perambah Java pertama yang dinamai Web Runner, terinsipirasi dari film 1980-an, Blade Runner. Pada perkembangan rilis pertama, Web Runner berganti nama menjadi Hot Java.

Pada sekitar bulan Maret 1995, untuk pertama kali kode sumber Java versi 1.0a2 dibuka. Kesuksesan mereka diikuti dengan untuk pemberitaan pertama kali pada surat kabar San Jose Mercury News pada tanggal 23 Mei 1995.

Sayang terjadi perpecahan di antara mereka suatu hari pada pukul 04.00 di sebuah ruangan hotel Sheraton Palace. Tiga dari pimpinan utama proyek, Eric Schmidt dan George Paolini dari Sun Microsystems bersama Marc Andreessen, membentuk Netscape.

Nama Oak, diambil dari pohon oak yang tumbuh di depan jendela ruangan kerja "bapak java", James Gosling. Nama Oak ini tidak dipakai untuk versi release Java karena sebuah perangkat lunak sudah terdaftar dengan merek dagang tersebut, sehingga diambil nama penggantinya menjadi "Java". Nama ini diambil dari kopi murni yang digiling langsung dari biji (kopi tubruk) kesukaan Gosling.

KELEBIHAN DARI JAVA

• Multiplatform. Kelebihan utama dari Java ialah dapat dijalankan di beberapa platform / sistem operasi komputer, sesuai dengan prinsip tulis sekali, jalankan di mana saja. Dengan kelebihan ini pemrogram cukup menulis sebuah program Java dan dikompilasi (diubah, dari bahasa yang dimengerti manusia menjadi bahasa mesin / bytecode) sekali lalu hasilnya dapat dijalankan di atas beberapa platform tanpa perubahan. Kelebihan ini memungkinkan sebuah program berbasis java dikerjakan diatas operating system Linux tetapi dijalankan dengan baik di atas Microsoft Windows. Platform yang didukung sampai saat ini adalah Microsoft Windows, Linux, Mac OS dan Sun Solaris. Penyebanya adalah setiap sistem operasi menggunakan programnya sendiri-sendiri (yang dapat diunduh dari situs Java) untuk meninterpretasikan bytecode tersebut.

• Perpustakaan Kelas Yang Lengkap, Java terkenal dengan kelengkapan library/perpustakaan (kumpulan program program yang disertakan dalam pemrograman java) yang sangat memudahkan dalam penggunaan oleh para pemrogram untuk membangun aplikasinya. Kelengkapan perpustakaan ini ditambah dengan keberadaan komunitas Java yang besar yang terus menerus membuat perpustakaan-perpustakaan baru untuk melingkupi seluruh kebutuhan pembangunanaplikasi.


• Bergaya C++, memiliki sintaks seperti bahasa pemrograman [C++] sehingga menarik banyak pemrogram C++ untuk pindah ke Java. Saat ini pengguna Java sangat banyak, sebagian besar adalah pemrogram C++ yang pindah ke Java. Universitas-universitas di Amerika juga mulai berpindah dengan mengajarkan Java kepada murid-murid yang baru karena lebih mudah dipahami oleh murid dan dapat berguna juga bagi mereka yang bukan mengambil jurusan komputer.


• Pengumpulan sampah otomatis, memiliki fasilitas pengaturan penggunaan memori sehingga para pemrogram tidak perlu melakukan pengaturan memori secara langsung (seperti halnya dalam bahasa C++ yang dipakai secara luas).

KEKURANGAN DARI JAVA

• Tulis sekali, perbaiki di mana saja - Masih ada beberapa hal yang tidak kompatibel antara platform satu dengan platform lain. Untuk J2SE, misalnya SWT-AWT bridge yang sampai sekarang tidak berfungsi pada Mac OS X.

• Mudah didekompilasi. Dekompilasi adalah proses membalikkan dari kode jadi menjadi kode sumber. Ini dimungkinkan karena koe jadi Java merupakan bytecode yang menyimpan banyak atribut bahasa tingkat tinggi, seperti nama-nama kelas, metode, dan tipe data. Hal yang sama juga terjadi pada Microsoft .NET Platform. Dengan demikian, algoritma yang digunakan program akan lebih sulit disembunyikan dan mudah dibajak/direverse-engineer.

• Penggunaan memori yang banyak. Penggunaan memori untuk program berbasis Java jauh lebih besar daripada bahasa tingkat tinggi generasi sebelumnya seperti C/C++ dan Pascal (lebih spesifik lagi, Delphi dan Object Pascal). Biasanya ini bukan merupakan masalah bagi pihak yang menggunakan teknologi terbaru (karena trend memori terpasang makin murah), tetapi menjadi masalah bagi mereka yang masih harus berkutat dengan mesin komputer berumur lebih dari 4 tahun.


Pemrograman Berorientasi Objek (PBO)

Pemrograman Berorientasi Objek dimulai pertama kali dengan bahasa Simula yang dike di Scandinavia di pertengahan tahun 60-an. Simula utamanya digunakan untuk pemrograman simulasi, dimana adalah alamiah untuk memodelkan suatu entitas eksternal / diluar sistem perangkat lunak dan untuk memilih istilah-istilah untuk entitas-entitas tersebut dan tingkah lakunya. Simula memiliki sintak yang mirip dengan Pascal, tetapi programmer berfikir sedikit lebih berbeda ketika merancang suatu program yang akan dibuat dengan Simula. Sebuah ide dasar yang diperkenalkan dalam Simula adalah inheritance (pewarisan). Dalam Simula juga sudah dikenal objek (entitas) yang ada dalam sistem yang dimodelkan. Ada beberapa objek yang dikumpulkan kemudian disebut ”Class”, dan tugas utama dari seorang perancang program dengan Simula adalah menentukan behaviour dari class tersebut. Setelah Simula, bahasa berikutnya yang diketahui mendukung untuk mengadopsi pemrograman berorientasi objek adalah Smalltalk yang dikembangkan tahun 70-an di Xerox PARC. Simula dan Smalltalk dirancang secara elegan, dan menawarkan sejumlah konep yang powerful yang memudahkan untuk dipelajari.

Kenapa Program Java Bisa Mendukung PBO ?

Jadi dalam bahasa Java segala sesuatu adalah objek (everything is object). Setiap baris program yang ditulis programmer adalah merupakan bagian dari sebuah objek. Programmer juga dapat membangun sebuah objek yang disusun oleh objek-objek kecil, dimana masing-masing objek yang menyusunnya memiliki fungsi sendiri-sendiri.

Yang artinya semua aspek yang terdapat di Java adalah Objek. Java merupakan salah satu bahasa pemrograman berbasis oebjek secara murni. Semua tipe data diturunkan dari kelas dasar yang disebut Object. Hal ini sangat memudahkan pemrogram untuk mendesain, membuat, mengembangkan dan mengalokasi kesalahan sebuah program dengan basis Java secara cepat, tepat, mudah dan terorganisir.

DAFTAR PUSTAKA

http://blackice89.blogspot.com/2007/11/java.html
http://blogpendidikan.com/java/sekilas-java.html

Sabtu, 02 Januari 2010

Kehidupan Seorang Programmer

Seperti logika 1 = 1 atau 0 = 0, terkadang secara tidak langsung seorang cowok programmer komputer menggunakan logika ini dalam filosofi hidupnya sehari-hari. Selain memprogram suatu aplikasi, ternyata programmer juga cenderung memprogram otaknya sendiri. Biasanya dalam kehidupan sosial, seorang programmer yang “fanatik”-nya terhadap komputer sangat tinggi akan memiliki kesulitan dalam berkomunikasi. Bagaimana dengan urusan cinta? ada survey yang bilang kalau seorang maniak komputer ternyata memiliki tingkat kesetiaan tinggi sekali pada pasangannya! wah, sebenernya gimana seh jalan hidup seorang programmer “gila” seperti hacker, cracker, web coding, dst yang menghabiskan waktu siang-malam di depan komputer mereka ?

Seorang maniak komputer seperti Hacker, cracker atau apapun itu bentuknya cenderung setia pada komputer yang dipegangnya. Rasa Egoisme selalu ada tiap saat. Dimana seorang programmer selalu merasa waktu 24 jam sehari tidak cukup memuaskan pekerjaannya atau ilmunya. Hal ini mempengaruhi tingkah laku seorang programer dalam kehidupan sosialnya. Nah bagaimana dengan urusan cinta? bukankah seorang programer cowok dengan kehidupannya sibuk dengan fanatik tinggi pada komputer terkadang tidak memikirkan wanita? bener?

Berdasarkan pengalaman saya dan pengamatan saya terhadap beberapa programmer sejati. Secara komunikasi, hanya 30% yang benar-benar bisa berkomunikasi lancar di dalam lingkungan “love”. Kecenderungan programmer yang bersifat agak idealis dalam berbagai hal menyulitkan diriya sendiri dalam memilih wanita. Kebanyakan kasus, mereka asyik dengan dunia-nya hingga lupa bahwa ada makhluk terindah yang namanya wanita di bumi ini. Kenapa mereka tidak memikirkan wanita? seharusnya inikan menjadi keajaiban dunia! he.he.he.. Sebenarnya programmer cowok juga memiliki perasaan yang sama dengan cowok-cowok normal lainnya.Tetapi seperti anak kecil yang menemukan mainan baru, hal ini terjadi juga pada programmer. Perhatian mereka bener-bener terserap untuk memuaskan hasrat terhadap mainan mereka yang bernama komputer! Terkadang ini yang paling dibenci oleh pacar / wanita yang berada disamping programmer. Kalo masalah tega-tegaan, seorang programmer rela untuk menghabiskan waktu seharian untuk membuat suatu program daripada menemani seorang cewek jalan-jalan ke mall, belanja, nonton bioskop, dst. Bagi mereka, kebanyakan hal tersebut dianggap kegiatan membuang “waktu percuma” saja.

Nah, bagaimana bila seorang programmer memiliki pasangan. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mempunyai suami programmer dalam level fanatik, jumlah mereka ternyata lumayan banyak. Saya amati mereka dalam berpasangan. Dan hasilnya adalah mereka adalah pejuang cinta yang setia dan bodoh! kenapa dibilang setia? karena waktu mereka yang hampir tersita dengan komputer, pacaran dengan 1 orang merupakan memanfaatkan sisa-sisa waktu yang ada di pikirannya. Mereka tidak mau ambil pusing dengan menambah kesibukan baru dengan cinta yang baru. There is no time to do that game,dude! Kalo tindakan mereka yang menggagumi cewek cantik dan seksi yang seliweran di depan mereka itu merupakan hal yang biasa. Tetapi untuk mendekati cewek tersebut dan berkenalan, itu nanti dulu. Mereka cenderung malas untuk melakukan proses PDKT untuk selingkuh atau mencari pacar baru. Hal ini dianggap membuang waktu karena dia tahu betul butuh waktu dan perhatian untuk membangun hubungan dengan pacarnya yang sekarang. Dan mereka malas untuk mengulangi proses seperti itu lagi.salah satu hal yang melegakan para istri dari kasus perselingkuhan suami.

Bodoh? itu tentu saja. Lihat saja cewek/istri mereka yang marah-marah melihat tingkah laku sang programmer. Ketika mendapatkan ilmu baru, segera dia menuju meja komputer dan menghabiskan waktu seharian. Sementara ceweknya sudah dandan secantik cinderella akhirnya kecewa karena kecerdasan progammer yang mengelak dengan seribu satu alasan manis! Mau dapat cewek cantik, biasa, judes, manis atau apapun itu, mereka cenderung tidak mempermasalahkan. Asalkan cewek tersebut tidak mengganggu waktu indahnya dengan komputer maka programmer tersebut sah-sah saja mempertahankan hubungan mereka. Lebih bodohnya lagi, muncul kurang menghargai terhadap ceweknya sendiri. Ini terjadi karena penghargaan dia terhadap komputer yang besar melebihi apapun di dunia ini. Nah, kalo saya lihat pasangan programmer itu cenderung bertipe cerewet dan mudah marah. Lha, ini disebabkan karena programmer yang cenderung tidak merawat diri dan tidak menghiraukan nasehat-nasehat. “Sabar saja jadi cewek dia”dan tentu saja harus punya segudang acara untuk menyibukan diri tanpa bergantung pada pasangan dan bertemu hanya di saat yang tepat saja, ini muncul ketika saya ditanya tentang hubungan dan kenapa kok bisa tetap betah hubungan. Ha..ha…ha.. benar-benar lucu kehidupan seorang programmer, yang penting masih bisa saling mengisi kekosongan Tidak mungkin seorang programmer mengurangi kegiatannya karena hal ini tidak akan pernah dilaksanakan, bahkan dalam kondisi sakit sekalipun. Jadi saran saya kepada teman-teman fanatik komputer, ” tempatkanlah kegiatan fanatik-isme secerdas mungkin”. Masalahnya cuma di mengatur waktu saja! dan jangan pernah ingin jadi “otaku” ( maniak banget! ). Dan untuk pasangannya tidak usah repot-repot merubah sesuatu yang tidak akan berubah hanya perlu penyesuaian saja that’s all.

Jilbab Dalam Kehidupan Sosial

Sambil sama-sama menunggu pesawat, seorang teman lama ketemu dan ngajak ngobrol di ruang tunggu airport. Masih seperti dulu, ia sangat serius jika diajak bicara tentang Islam. Ia menyimpulkan bahwa Umat Islam di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir ini, tampak mengalami kemajuan yang cukup signifikan.

Kesimpulan itu didasarkan atas kenyataan, misalnya, sekarang kegiatan keagamaan bisa bebas tidak ada yang mencurigai lagi. Pendidikan Islam seperti pondok pesantren, madrasah sampai perguruan tinggi Islam telah mendapatkan perhatian pemerintah. Selain itu masjid dan musholla dibangun di mana-mana. Banyak terlihat wanita muslimah menggunakan jilbab ada di berbagai tempat, sampai-sampai di mall, hotel berbintang hingga di tempat-tempat yang tergolong elite pun biasa. Dulu gambaran seperti itu tidak akan pernah ditemui.

Melihat bersemangatnya pembicaraan tentang jilbab ini, saya menduga istri dan anak perempuannya, berpakaian seperti itu. Ia sedemikian simpatik terhadap pakaian wanita penutup aurat tersebut. Walaupun tidak berlatar belakang pendidikan agama, dia sedemikian senang melihat di mana-mana wanita pakai jilbab. Baru saja ia melihat wanita mengemudi bus kota, juga mengenakan jilbab. Perhatian teman saya ini terhadap pakaian kaum muslimah ini sedemikian besarnya. Saya mencoba bertanya, apa yang menarik dari pakaian itu. Ternyata, ia memiliki alasan yang sangat mendasar. Jilbab menurutnya bukan sebatas simbol atau identitas biasa.

Jilbab baginya adalah merupakan petunjuk ketaatan seseorang muslimah terhadap perintah agamanya. Keikhlasan memakai jilbab menunjukkan bahwa pemakainya dalam setiap waktu selalu ingat pada Tuhan yang memerintahkannya berpakaian demikian. Jilbab kemudian menjadi bagian dari dzikir seseorang muslimah, yang seharusnya dilakukan pada setiap waktu. Berpakaian jilbab tidak boleh dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana juga ingat Allah tidak hanya dilakukan saat-saat tertentu saja. Berdzikir harus dilakukan pada setiap saat. Demikian pula, berpakaian seharusnya mengikuti dzikirnya.

Teman saya tadi juga meneruskan penjelasannya bahwa pakaian jilbab, setidak-tidaknya akan berpengaruh terhadap perilaku wanita yang bersangkutan. Dia yakin bahwa jika jilbab itu dikenakan secara ikhlas atas dasar niat mengikuti perintah agamanya, pakaian itu akan sekaligus menjaga perilaku pemakainya. Tidak akan mungkin wanita berpakaian jilbab berani melakukan apa saja sebatas untuk mengikuti hawa nafsunya. Setidak-tidaknya wanita yang berpakaian muslimah akan merasa malu dengan dirinya sendiri, jika melakukan sesuatu yang dianggap tidak pantas.

Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa jika kaum wanita terjaga, maka sesungguhnya masyarakat akan dengan sendirinya terjaganya pula. Dengan mengutip hadits Nabi, ia menjelaskan bahwa baik buruhnya sebuah keluarga, masyarakat, dan bahkan negara akan sangat tergantung pada perilaku kaum wanitanya. Jika para wanita di sebuah wilayah mampu menjaga diri, dan rasa malu, maka masyarakat di wilayah tersebut akan menjadi baik dan begitu juga sebaliknya. Wanita adalah kunci kehidupan masyarakat.

Sekalipun ia tahu bahwa saya adalah pimpinan perguruan tinggi Islam, tetapi karena didorong oleh semangat dan keyakinannya itu, ia menjelaskan tentang peran dan posisi wanita di tengah-tengah masyarakat sedemikian panjang. Dia mengatakan bahwa bangsa ini akan sulit meraih kemajuan dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni beradab dan berakhlak tinggi, jika tidak mampu mengendalikan kebebasan para wanita-wanitanya. Ia mengutip hadits Nabi, bahwa wanita itu bagaikan sekolah atau madrasah. Sebuah sekolah atau madrasah yang baik maka murid-muridnya akan baik. Jika murid-murid madrasah itu baik, maka lulusannya akan menjadi baik.

Ia kemudian juga mengutip hadits lain. Pernah pada suatu ketika Rasul ditanya oleh seorang sahabat, siapa orang yang paling utama untuk dihormati. Maka oleh Rasul dijawab : ibumu. Pertanyaan itu diulang hingga tiga kali, dan dijawab oleh Rasul dengan jawaban yang sama. Baru tatkala pertanyaan itu diulang pada yang ke empat kalinya, dijawab, ayahmu. Ini menggambarkan, bahwa betapa ibu atau wanita harus dimuliakan, dan karena itu bentuk pakaian wanita pun harus menggambarkan kemuliaan itu.

Agak lama ketika itu sama-sama menunggu pesawat di airport, tetapi pembicaraan tentang itu sepertinya tidak selesai. Sekalipun sudah ada panggilan agar seluruh penumpang masuk pesawat, ia masih menambahkan pembicaraannya, bahwa negeri ini akan maju dan berhasil meraih kehidupan yang damai, selamat, dan sejahtera jika berhasil membangun kharakter atau akhlaknya. Sedangkan kunci keberhasilan membangun akhlak, yang lebih utama, adalah terletak pada kaum wanita. Oleh karena itu dengan semakin banyaknya para wanita mengenakan jilbab di berbagai tempat di negeri ini, ia merasakan kegembiraannya. Sekalipun, ia juga sedih tatkala sebaliknya, melihat banyak wanita yang justru mengumbar auratnya. Wanita yang demikian, dia akui, mungkin oleh sementara orang dianggap menarik, tetapi sesungguhnya kurang terhormat. Wallahu a’lam.

Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Pengertian kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
  • alat-alat teknologi
  • sistem ekonomi
  • keluarga
  • kekuasaan politik

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
  • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
  • organisasi ekonomi
  • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
  • organisasi kekuatan (politik)
Wujud dan komponen

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling beriteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

• Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

• Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

• Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup ( Teknologi )

Teknologii menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
• alat-alat produktif
• senjata
• wadah
• alat-alat menyalakan api
• makanan
• pakaian
• tempat berlindung dan perumahan
• alat-alat transportasi


Becak Yang Menjadi Dilema

Perdebatan tentang becak berkisar pada dua posisi yang saling bertentangan. Penguasa, di satu pihak, menggunakan paradigma tahun 60an yang kuat diwarnai oleh cara pandang modernisasi, termasuk di dalamnya keterpukauan pada yang serba mesin, sehingga menganggap alat transportasi yang menggunakan tenaga manusia merendahkan dan menghinakan kemanusiaan, bahkan bangsa. Pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid dalam dialog dengan rakyat miskin kota Sabtu, 20 November 1999 di Stadion Utama Senayan, Jakarta, menguatkan posisi tersebut: "Di hati kecil saya, saya juga ingin supaya becak tidak ada karena dia bagian dari masalah kemiskinan. Masak orang disamakan dengan kuda," ungkapnya, menanggapi keinginan Gubernur Sutyoso untuk menghapus becak dari Jakarta. Di sisi lain, para pengemudi becak dan kelompok-kelompok civil society yang mendukung hak hidup becak di Jakarta melihat permasalahan dari sudut demokrasi, hak ekonomi rakyat yang merupakan bagian dari hak asasi, dan pertimbangan ekologis.
Paradigma using
Sukarno pada tahun 60an mengatakan kepada kaum marhaen, jangan mau menjadi tukang becak, karena becak identik dengan penindasan manusia atas manusia. Cara pandang ini dipengaruhi dan terkecoh oleh gemerlap mobil, lampu neon, jalan-jalan lebar dan berbagai ornamen dan pernik modernisasi yang menegasikan hampir semua yang tradisional, purba, dan cara hidup ugahari yang bersahabat dengan alam. Ukuran kemajuan satu bangsa dipertaruhkan pada kemampuan rakyat untuk mengkonsumsi barang-barang produk pabrik. Keswadayaan masyarakat dan rakyat yang dihasilkan dari persahabatan erat mereka dengan alam dengan cara menggunakan bahan-bahan dari alam yang tersedia di sekitar mereka untuk bahan makanan, untuk papan, untuk sandang mereka diremehkan dan dianggap simbol kemiskinan.

Pandangan terhadap becak, satu alat transportasi yang mengandalkan kekuatan fisik manusia sendiri, tanpa harus tergantung pada mesin; yang memungkinkan si pengemudi menjadi orang merdeka karena bisa mengatur jam kerjanya sendiri; yang memungkinkan mereka bekerja sesuai kebutuhan, tidak memaksa diri dan menjadi kapitalistik; semua itu dilihat sebagai simbol keterbelakangan. Seorang anggota DPRD DKI Jakarta menjadi-kannya alasan bangsa Indonesia tidak akan bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain karena Jakarta masih mempunyai becak di jalan-jalannya.

Sementara kita tahu jelas, bahwa ukuran yang saat ini banyak digunakan untuk menen-tukan tingkat pretasi dan prestise sebuah negara dibanding lainnya , di antaranya, adalah kemampuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, termasuk upeti-upeti yang dituntut dari investor asing kepada para pejabat. Beberapa kali survei internasional dilakukan tentang masalah ini, dan Indonesia berada di peringkat pertama terburuk di Asia, dan peringkat serupa di tingkat dunia. Dari segi sosial ekonomi, ukuran adalah tingkat pendidikan, kesehatan termasuk kematian balita dan ibu hamil, dan ketersediaan lapangan kerja serta tingkat inflasi. Kita tahu, peringkat yang dibuat PBB juga menempatkan Indonesia di posisi buruk. Dari segi lingkungan dan ekologi, ukuran di antaranya dilihat dari tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dalam hal ini, kita tahu bahwa hutan-hutan kita gundul, kota-kota besar kita tercemar air, udara dan tanahnya karena emisi gas beracun dari kendaraan bermotor, limbah pabrik dan penggunaan bahan-bahankimiaberacun.

Becak, sama sekali bukan ukuran pembanding antar negara untuk menilai prestasi dan prestise. Pandangan seperti yang dikemukakan orang-orang yang mengaku wakil rakyat di DPR/D itu lebih merupakan cara pikir feodal dan modernis yang sempit, yang tidak mempunyai kesadaran historis dan ekologis atas perkembangan jaman dan permasalahan utama yang berada di depan mata kita semua.
Becak adalah jawaban, bukan masalah kemiskinan
Indonesia terjerembab ke dalam krisis ekonomi (juga politik) sejak sekitar dua tahun lalu. Jutaan orang kehilangan lapangan kerja, terutama mereka yang berada di sektor formal modern seperti properti, pabrik, dan sejenisnya. Jumlah orang miskin melonjak menjadi sekitar 80 juta, di kota dan di desa. Mereka berjuang untuk bertahan hidup, dengan kreatif memasuki dan terserap oleh kegiatan ekonomi sektor informal. Tanpa adanya sektor penyangga ini, kita tidak bisa membayangkan ketegangan sosial macam apa yang akan terjadi.

Becak adalah salah satu lapangan kerja yang di Jakarta saat ini menyerap sekitar 10 ribu tenaga kerja yang sebelum menjadi buruh bangunan, buruh pabrik, pekerja-pekerja rendahan di kantor-kantor swasta. Jika masing-masing mempunyai 3 orang anggota keluarga, satu istri dan dua anak, maka kegiatan menarik becak ini telah menghidupi 10 ribu keluarga, 40 ribu orang. Kegiatan ini, selain memberi pendapatan pada pemerintah kota melalui retribusi yang entah dimasukkan ke dalam kas negara atau kantong si petugas, menghidupi berbagai usaha ekonomi rakyat miskin lainnya seperti pedagang nasi dan makanan, pengusaha MCK, pemilik rumah kontrakan. Komponen becak juga tidak membebani negara karena berasal dari dalam negeri, tidak perlu impor. Artinya, becak juga membuka lapangan kerja untuk bengkel, industri kecil dan rumahan yang membuat berbagai komponennya yang sebagian dibuat secara daur ulang.

Secara ekologis, becak jelas bukan jenis alat transportasi yang menghasilkan polusi udara, air ataupun tanah, tidak juga polusi suara. Dalam kategori ini becak justru masuk ke dalam kategori alat transportasi alternatif yang cocok untuk bumi yang ozonnya sudah bolong, dan alamnya sudah rusak parah karena polusi. Sebagaimana kita tahu, berbagai negara maju saat ini sedang melakukan eksperimen untuk menemukan kendaraan motor berbahan bakar non-polutif. Berbagai kota seperti Oxford di Inggris dan Berlin di Jerman justru mulai menggunakan becak seperti yang ada di Indonesia untuk kendaraan umum. Singapura yang merupakan salah satu negara paling modern di Asia juga masih mempertahankan becak untuk atraksi turisme – satu bukti lagi bahwa becak bukanlah sumber kenistaan bagi bangsa, tapi bahkan bisa menjadi daya tarik turis asing artinya, sumber pendapatan untuk negara.

Becak, sebagai kendaraan jarak pendek, juga mempunyai daya tampung cukup banyak, bisa mengakomodasi lebih dari satu orang, dan mengangkut sejumlah besar barang. Relasi dan interaksi antara pengemudi dan penumpang akrab dan didasarkan pada rasa saling percaya. Kita tahu banyak ibu-ibu kelas menengah bawah yang mempercayakan penjemputan anak-anaknya dari sekolah kepada para abang becak. Perempuan-perempuan pedagang di pasar tradisional mempercayakan keamanan barangnya pada tukang becak. Perumahan-perumahan dan toko-toko justru aman karena ada becak yang mangkal di sekitar mereka.
Becak penyebab masalah sosial dan politik?
Gubernur Sutyoso dalam pernyataan persnya Minggu, 21 November 1999 menyatakan dengan semena-mena dan tanpa landasan bukti data bahwa becak menimbulkan masalah sosial politik di Jakarta. Gubernur Sutyoso memang pejabat yang berasal dari masa Orde Baru. Bukan rahasia umum lagi bahwa sebagai Pangdam Jaya, ia menjadi salah satu pejabat militer yang harus bertanggung jawab atas peristiwa penyerangan markas PDIP pada 27 Juli 1997, dan ketika menjadi Gubernur, membawahi wilayah administrasi yang paling korup di Indonesia. Namun, kondisi politik saat ini sudah berubah, dan Sutyoso hendaknya tidak menggunakan cara-cara Orde Baru, di mana pejabat dapat membuat pernyataan publik apapun sesuai kehendaknya yang kemudian harus diperlakukan sebagai kebenaran tunggal. Juga sudah bukan masanya lagi untuk pihak eksekutif membawahi pihak legislatif termasuk dengan menggunakan uang. Walaupun masih menjadi tanda tanya apakah untuk DKI Jakarta, prinsip baru ini sudah mulai berlaku.

Akar permasalahan sosial dan politik, sebagaimana kita telah semua tahu dan telah terbukti dari banyak data dan kasus selama ini, justru adalah kepentingan politik dan vested interest para elit penguasa, apakah itu penguasa sipil maupun militer dan polisi. Mereka yang mempunyai kekuasaan mengambil keputusan dan kekuasaan uang, dan mereka yang mempunyai kekuasaan senjata, semua itulah yang selama ini telah memainkan emosi, nasib dan kehidupan massa rakyat, termasuk tukang becak, untuk kepentingan sempit mereka. Terlalu banyak bukti dan data yang bisa dikemukakan, sehingga sulit untuk siapapun menolak argumentasi ini. Mengenai, massa rakyat yang menjarah pada kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, misalnya, telah dibuktikan baik oleh tim TGPF maupun data lapangan yang dikumpulkan oleh tim kampung UPC (Urban Poor Consortium) bahwa massa rakyat diprovokasi; kesenjangan sosial ekonomi yang menempatkan mereka di posisi marginal dimainkan dan dipicu sehingga mereka melakukan penjarahan. Tukang becak yang marah dan konflik keras dengan pengemudi mikrolet di beberapa wilayah Jakarta, misalnya, bertindak nekat karena jalur nafkah mereka dirampas secara sepihak, tanpa musyawarah. Ketika pertemuan musyawarah dilakukan, koeksistensi damai bisa kembali dipelihara antar berbagai jenis alat transportasi tersebut. Artinya, rakyat mampu mengelola konflik antar mereka sendiri dengan baik jika kekuatan dan campur tangan kepentingan luar tidak ikut bermain.

Tuduhan lain yang sering dilontarkan sebagian orang terhadap becak adalah sebagai penyebab kemacetan. Kita perlu jernih memahami masalah ini. Pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari, kita lihat bahkan jalan tol pun, yang tidak ada becak di sana, juga macet. Seluruh jalan di Jakarta, dari yang paling lebar sampai gang-gang kecil, pada waktu-waktu tersebut macet dan padat.

Dua akar masalah kemacetan jalan bisa diditeksi di sini: kebijakan sistem transportasi Jakarta, dan disiplin polisi sebagai penjaga lalu lintas. Pemahaman yang salah terhadap modernitas dan modernisasi sangat mewarnai kebijakan sistem transportasi Jakarta. Pemda, selama ini, telah memprioritaskan penambahan dan pemilikan mobil pribadi. Maka jalan tol, jalan layang, dan jalan-jalan lebar dibangun. Sarana transportasi umum seperti bus yang bisa mengangkut banyak orang jumlahnya sangat timpang dibanding jumlah mobil pribadi. Rapid mass transport seharusnya menjadi prioritas Pemda.

Situasi diperburuk oleh para polisi lalu lintas yang dengan mudah bisa disogok oleh para pelanggar peraturan. Jenderal Kunarto, ketika menjadi Kapolri mengakui hal ini ketika mengatakan bahwa satu-satunya polisi yang tidak bisa disuap adalah polisi patung. Sikap korup ini menjadikan para pemakai jalan tidak berdisiplin. Kendaraan umum berhenti seenaknya mencari penumpang, pejalan kaki membuat terminal bayangan di mana-mana sehingga jalan macet, mobil-mobil pribadi dengan tenang melakukan pelanggaran karena tahu pasti mereka bisa bebas dengan menyogok lima atau sepuluh ribu rupiah kepada polisi. Disiplin berlalu lintas akan bisa ditegakkan jika dimulai dari ditegakkannya disiplin secara ketat di kalangan polisi.
Sikap arif sebagai pemecahan
Apakah penggusuran becak merupakan pemecahan masalah kemiskinan? Jelas tidak. Pemberian hak hidup kepada becak di Jakarta adalah sikap yang lebih realistis dan masuk akal karena beberapa pertimbangan. Pertama, pemerintah saat ini kesulitan menciptakan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja sementara lewat proyek padat karya bukanlah pemecahan. Menggunakan contoh proyek yang sama pada tahun anggaran 1998/1999, setiap orang yang terlibat dalam program ini mendapatkan imbalan Rp.7.500, jumlah yang sama sekali tidak cukup untuk hidup satu orang di Jakarta satu hari, apalagi untuk satu keluarga. Dana hutang yang terbatas baik dalam jumlah maupun waktu untuk proyek ini, di samping kemungkinan kebocoran karena KKN yang masih jamak terjadi di kalangan birokrasi DKI Jakarta, menjadikan alternatif ini pemecahan tambal sulam yang tidak memecahkan masalah. Para penarik becak bisa mendapatkan uang antara 10 ribu sampai 15 ribu sehari, jumlah yang pasti lebih besar. Membiarkan mereka ada tetapi kemudian mengatur keberadaannya di daerah perumahan, di jalan-jalan non-protokol dan di wilayah-wilayah serupa yang membutuhkannya merupakan cara yang lebih realistis untuk menangani permasalahan becak. Kenyataan bahwa becak bisa mendapatkan nafkah sejumlah tersebut di atas menunjukkan bahwa mereka dibutuhkan oleh para konsumen.

Kedua, pemberian hak hidup kepaca becak di Jakarta menunjukkan sikap kita yang konsisten terhadap upaya demokratisasi, penghargaan pada pluralitas, termasuk keragaman sarana transportasi dan pembagian wilayah hidup di jalan raya. Mereka yang lemah dan kecil seperti becak, boleh berada bersama dengan bus yang besar, mobil pribadi yang mewah, kereta api dan sebagainya. Permasalahannya adalah bagaimana pemerintah dapat mengatur sehingga tercipta kohabitasi yang damai dan adil.

Ketiga, penertiban sesungguhnya harus dilakukan pada siapa? Jika itu dilakukan pada tukang becak, maka kita telah menerapkan hukum si kuat yang menang, si lemah harus dikorbankan. Dengan kata lain, penertiban dan penegakan hukum harus dimulai dari para aparat pemerintah termasuk polisi dan tentara, dan harus dilakukan secara top-down.

Alasan terakhir, becak adalah bagian dari ciri dan sejarah Asia, ciri dan sejarah kita. Kekayaan sejarah dan akar ini perlu kita pelihara untuk tidak menjadikan kita bangsa yang tercabut dari dan kehilangan akar.


Bahaya Rokok

Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan pula serangan teroris; tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melansir kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum.Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi lebih karena hukumannya yang setinggi langit, Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan.

Keterkejutan publik, secara sosiologis layak dipahami. Alasannya, hingga detik ini, bahaya rokok di Indonesia masih menjadi "isu pinggiran".Pemerintah, dan bahkan tokoh masyarakat (seperti ulama) juga masih setali tiga uang. Paling banter ulama di Indonesia hanya memberikan fatwa merokok makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam; yang memfatwakan bahwa merokok haram hukumnya. Ulama terkenal Syeikh Yusus Qordhowi termasuk ulama yang mengharamkan merokok (baca Fatwa-Fatwa Kontemporer).

Mungkin masyarakat sudah mengerti bahayanya, karena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan ganguan kehamilan dan janin.

Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanyamenurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu.Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin.

Akibatnya, berbagai penyakit kanker pun mengintai, seperti : kanker paru - paru 90% pada laki-laki disebabkan rokok, dan 70% untuk perempuan, kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah
tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, bronchitis, kematian mendadak pada bayi, bahaya rusaknya kesuburan bagi wanita dan impotensi bagi kaum pria. Kurang apalagi?

Begitu kompleksnya, tidak heran jika menurut estimasi WHO, pada 2020 dampak tembakau di negara maju mulai menurun. Pada 1996 mencapai 32%, namun pada 2001 hanya 28%. Namun, di negara-negara berkembang trend konsumsi tembakau malah mengalami kenaikan, yaitu 68% pada 1996, menjadi 72% pada 2001. Wjar, jika hampir 50% (sekitar 4,2 juta jiwa) kematian akibat tembakau pada 2020 terjadi di wilayah Asia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.

Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik. Tidak ada orang mati mendadakkarena merokok. Dampaknya tidak instant, beda dengan minuman keras dan narkoba. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.

Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat.

Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHOmencanangkan program "Kawasan Tanpa Rokok" (KTR) di tempat-tempat umum. Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht.

Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan) hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok?

Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda).

Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya, Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC!

FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap Pemerintah bahkan "dibimbing" untuk menanggulangi dampak tembakau secara elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling).

Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survei Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untukkesehatan, pangan, atau pendidikan.

Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan,tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sektorpertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka. Sebagai contoh, jika Pemerintah mendapatkan Rp. 27 trilyun, berapa sebenarnya biaya kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat?Menurut data di berbagai negara, dan juga Indonesia , biaya kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai yang didapatkan. Jadi, kalau cukainya Rp. 27 trilyun maka biaya kesehatannya sebesar Rp. 81 trilyun (alias defisit).

Cepat atau lambat, Pemerintah harus mengambil kebijakan konkrit dan komprehensif untuk penangulangan bahaya rokok. Jika tidak, bukan hal yang mustahil berbagai penyakit yand diakibatkan rokok akan menjadi wabah membahayakan lebih besar dari wabah HIV/AIDS. Jangan "menggadaikan" kesehatan anak bangsa, hanya karena takut kehilangan Rp. 27 trilyun, yangsebenarnya hanya ilusi dan jebakan maut belaka.