Sabtu, 02 Januari 2010

Jilbab Dalam Kehidupan Sosial

Sambil sama-sama menunggu pesawat, seorang teman lama ketemu dan ngajak ngobrol di ruang tunggu airport. Masih seperti dulu, ia sangat serius jika diajak bicara tentang Islam. Ia menyimpulkan bahwa Umat Islam di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir ini, tampak mengalami kemajuan yang cukup signifikan.

Kesimpulan itu didasarkan atas kenyataan, misalnya, sekarang kegiatan keagamaan bisa bebas tidak ada yang mencurigai lagi. Pendidikan Islam seperti pondok pesantren, madrasah sampai perguruan tinggi Islam telah mendapatkan perhatian pemerintah. Selain itu masjid dan musholla dibangun di mana-mana. Banyak terlihat wanita muslimah menggunakan jilbab ada di berbagai tempat, sampai-sampai di mall, hotel berbintang hingga di tempat-tempat yang tergolong elite pun biasa. Dulu gambaran seperti itu tidak akan pernah ditemui.

Melihat bersemangatnya pembicaraan tentang jilbab ini, saya menduga istri dan anak perempuannya, berpakaian seperti itu. Ia sedemikian simpatik terhadap pakaian wanita penutup aurat tersebut. Walaupun tidak berlatar belakang pendidikan agama, dia sedemikian senang melihat di mana-mana wanita pakai jilbab. Baru saja ia melihat wanita mengemudi bus kota, juga mengenakan jilbab. Perhatian teman saya ini terhadap pakaian kaum muslimah ini sedemikian besarnya. Saya mencoba bertanya, apa yang menarik dari pakaian itu. Ternyata, ia memiliki alasan yang sangat mendasar. Jilbab menurutnya bukan sebatas simbol atau identitas biasa.

Jilbab baginya adalah merupakan petunjuk ketaatan seseorang muslimah terhadap perintah agamanya. Keikhlasan memakai jilbab menunjukkan bahwa pemakainya dalam setiap waktu selalu ingat pada Tuhan yang memerintahkannya berpakaian demikian. Jilbab kemudian menjadi bagian dari dzikir seseorang muslimah, yang seharusnya dilakukan pada setiap waktu. Berpakaian jilbab tidak boleh dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana juga ingat Allah tidak hanya dilakukan saat-saat tertentu saja. Berdzikir harus dilakukan pada setiap saat. Demikian pula, berpakaian seharusnya mengikuti dzikirnya.

Teman saya tadi juga meneruskan penjelasannya bahwa pakaian jilbab, setidak-tidaknya akan berpengaruh terhadap perilaku wanita yang bersangkutan. Dia yakin bahwa jika jilbab itu dikenakan secara ikhlas atas dasar niat mengikuti perintah agamanya, pakaian itu akan sekaligus menjaga perilaku pemakainya. Tidak akan mungkin wanita berpakaian jilbab berani melakukan apa saja sebatas untuk mengikuti hawa nafsunya. Setidak-tidaknya wanita yang berpakaian muslimah akan merasa malu dengan dirinya sendiri, jika melakukan sesuatu yang dianggap tidak pantas.

Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa jika kaum wanita terjaga, maka sesungguhnya masyarakat akan dengan sendirinya terjaganya pula. Dengan mengutip hadits Nabi, ia menjelaskan bahwa baik buruhnya sebuah keluarga, masyarakat, dan bahkan negara akan sangat tergantung pada perilaku kaum wanitanya. Jika para wanita di sebuah wilayah mampu menjaga diri, dan rasa malu, maka masyarakat di wilayah tersebut akan menjadi baik dan begitu juga sebaliknya. Wanita adalah kunci kehidupan masyarakat.

Sekalipun ia tahu bahwa saya adalah pimpinan perguruan tinggi Islam, tetapi karena didorong oleh semangat dan keyakinannya itu, ia menjelaskan tentang peran dan posisi wanita di tengah-tengah masyarakat sedemikian panjang. Dia mengatakan bahwa bangsa ini akan sulit meraih kemajuan dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni beradab dan berakhlak tinggi, jika tidak mampu mengendalikan kebebasan para wanita-wanitanya. Ia mengutip hadits Nabi, bahwa wanita itu bagaikan sekolah atau madrasah. Sebuah sekolah atau madrasah yang baik maka murid-muridnya akan baik. Jika murid-murid madrasah itu baik, maka lulusannya akan menjadi baik.

Ia kemudian juga mengutip hadits lain. Pernah pada suatu ketika Rasul ditanya oleh seorang sahabat, siapa orang yang paling utama untuk dihormati. Maka oleh Rasul dijawab : ibumu. Pertanyaan itu diulang hingga tiga kali, dan dijawab oleh Rasul dengan jawaban yang sama. Baru tatkala pertanyaan itu diulang pada yang ke empat kalinya, dijawab, ayahmu. Ini menggambarkan, bahwa betapa ibu atau wanita harus dimuliakan, dan karena itu bentuk pakaian wanita pun harus menggambarkan kemuliaan itu.

Agak lama ketika itu sama-sama menunggu pesawat di airport, tetapi pembicaraan tentang itu sepertinya tidak selesai. Sekalipun sudah ada panggilan agar seluruh penumpang masuk pesawat, ia masih menambahkan pembicaraannya, bahwa negeri ini akan maju dan berhasil meraih kehidupan yang damai, selamat, dan sejahtera jika berhasil membangun kharakter atau akhlaknya. Sedangkan kunci keberhasilan membangun akhlak, yang lebih utama, adalah terletak pada kaum wanita. Oleh karena itu dengan semakin banyaknya para wanita mengenakan jilbab di berbagai tempat di negeri ini, ia merasakan kegembiraannya. Sekalipun, ia juga sedih tatkala sebaliknya, melihat banyak wanita yang justru mengumbar auratnya. Wanita yang demikian, dia akui, mungkin oleh sementara orang dianggap menarik, tetapi sesungguhnya kurang terhormat. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar